Halaqah 190: Ahlus Sunnah Menasihati Kaum Muslimin sebagai Wujud Ibadah

Halaqah yang ke-190 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.

Bagaimana Ahlus Sunnah wal Jama’ah, mereka beribadah beragama kepada Allah subhanahu wata'ala dengan memberikan النَّصِيحَةِ للأُمَّةِ

Beliau mengatakan:

وَيَدِينُونَ بِالنَّصِيحَةِ للأُمَّةِ

Dan mereka (Ahlus Sunnah wal Jama’ah).

Yadīnūn (يَدِينُونَ).

Makna يَدِينُونَ yakni يتعبد mereka beribadah kepada Allah subhanahu wata'ala, menganggap ini adalah sebuah ibadah yang dengannya mereka mengharap pahala dari Allah subhanahu wata'ala dengan cara بِالنَّصِيحَةِ للأُمَّةِ.

Dengan cara memberikan النَّصِيحَةِ للأُمَّةِ dan An-Nashihah (النَّصِيحَةِ) secara bahasa artinya adalah Al-Khulush (الخلص) atau membersihkan, memurnikan.

Orang Arab mengatakan نَصَحْت الْعَسَلَ maksudnya adalah Aku bersihkan madu.

Dan sudah berlalu bahwasanya maksud membersihkan di sini adalah membersihkan dzhahir dan juga bathin.

Maka Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang mereka memiliki aqidah yang kokoh mereka beribadah kepada Allah subhanahu wata'ala dengan cara membersihkan dzhahir dan bathin mereka للأُمَّةِ (untuk umat ini).

Dan yang dimaksud dengan ummat (أُمَّة), bisa yang dimaksud adalah Ummatul Ijabah (أمة الإجابة) atau Ummatul Da’wah (أمة الدعوة).

Dan Allahu a’lam, karena di sini setelahnya disebutkan tentang المُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ – مَثَلُ المُؤْمِنِينَ
berarti yang dimaksud adalah Ummatu Al-Ijabah (أمة الإجابة). Ummatul ijabah (أمة الإجابة), yaitu ummah yang mengijabahi dakwah Rasūlullah shallallahu 'alaihi wasallam.

Jadi dzhahir mereka bersih kepada orang Islam dan orang yang beriman tidak menzhalimi mereka dengan perbuatan atau dengan ucapan bahkan berbuat baik kepada mereka dan sebisa mungkin memberikan kebaikan kepada mereka. Dan bathin mereka juga demikian bersih dari berbagai penyakit hati, su’udzhan atau hasad, iri dengki, dendam dan mereka melakukan itu semua bukan karena ingin dipuji oleh manusia tetapi karena ingin mengharapkan pahala dari Allah subhanahu wata'ala.

Itu adalah sifat dan sikap seorang Ahlus Sunnah wal Jama’ah, karena mungkin ada sebagian orang senyum kepada orang lain tapi tujuannya adalah karena ingin mendapatkan dunianya. Mendekatkan diri kepada orang tersebut untuk mendapatkan dunianya. Ini bukan Lillah.

Ahlus Sunnah wal Jama’ah tersenyum kepada saudaranya dan melakukan itu karena Allah subhanahu wata'ala, karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan,

وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ

“Dan engkau bertemu dengan saudaramu dalam keadaan wajahmu berseri-seri.”

Berarti mereka melakukan itu semua mengharapkan pahala dari Allah subhanahu wata'ala, itu menunjukkan kepada kita ibadah bukan hanya sekedar melakukan ibadah-ibadah yang mahdhah, seperti shalat, puasa Ramadhan, melakukan zakat. Tapi di sana ibadah yang berupa memberikan nasihat kepada umat.

Dan makna nasihat di sini jangan kita artikan dengan nasihat yang ada dalam bahasa kita, karena dalam bahasa kita seseorang memberikan nasihat maksudnya adalah memberikan wejangan, memberikan pengarahan, tapi dalam bahasa Arab nasihat itu lebih umum daripada ini, dia adalah membersihkan dzhahir dan juga bathin kita (لِلْمَنْصُوْحِ لَهُ) untuk yang dinasihati

Sehingga ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ditanya ketika Beliau shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan (الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ) Agama adalah nasihat.

قُلْنَا : لِمَنْ ؟

Kami berkata, “Untuk siapa wahai Rasūlullah shallallahu 'alaihi wasallam?”

للهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلِأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ

“Untuk Allah subhanahu wata'ala, untuk Kitab-Nya, untuk Rasūl-Nya dan untuk Imam-imam kaum muslimin dan juga orang-orang umum di antara mereka.”

Dan ini kalau kita perhatikan maka nasihat maknanya bukan memberikan pengarahan. Bagaimana memberikan pengarahan kepada Allah subhanahu wata'ala, kepada Rasūl. Bukan itu maknanya! Maksudnya adalah membersihkan dzhahir dan bathin kita.

Demikian Ahlus Sunnah wal Jama’ah, mereka memiliki sifat beribadah kepada Allah subhanahu wata'ala dengan cara memberikan nasihat kepada umat.

Dan di dalam sebuah hadīts Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,

لَمْ يَهْتَمَّ بِأَمْرِ المُسْلِمِيْنَ فَلَيْسَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang tidak memperhatikan keadaan dan urusan kaum muslimin, maka dia bukan termasuk mereka.”

Ucapan seperti ini (فَلَيْسَ مِنْهُمْ) maka bukan termasuk mereka, menunjukkan kewajiban kita untuk memiliki sifat ini. Yaitu kita memikirkan keadaan kaum muslimin. Jangan kita menjadi orang yang ego tidak memikirkan keadaan orang lain dan termasuk perhatian kita terhadap kaum muslimin adalah berdakwah dan mengajak mereka kepada jalan yang benar.

Ini adalah Ihtimam (اِهْتِمَام) perhatian kita terhadap kaum muslimin. Karena seseorang yang mau berdakwah harus menuntut ilmu maka kita harus menuntut ilmu terlebih dahulu. Jadi jangan dikira orang yang menyibukkan diri dengan menuntut ilmu kemudian dianggap orang yang tidak peduli dengan orang lain.

Karena sebagian orang demikian anggapannya, belajar terus. Kapan mau membantu orang Islam? Kapan mau terjun meringankan beban orang lain? Padahal seseorang yang ingin membantu orang lain maka di antara bantuan dia yang paling besar adalah menyelamatkan dia dari kesesatan dan dibawa ke alam yang terang benderang yaitu dengan cara dakwah dan dakwah tidak mungkin kecuali dengan ilmu agama.
Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url