Halaqah 163: Aqidah Ahlu Sunah terhadap Perselisihan yang Terjadi di antara Para Sahabat

Halaqah yang ke-163 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitab Al-‘Aqīdah Al-Wasithiyyah yang ditulis oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.

Masuk kita pada pembahasan yang baru yaitu tentang bagaimana aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah terhadap perselisihan yang terjadi di antara para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau berbicara tentang sebuah permasalahan yang penting dan besar yang terjerumus di dalamnya sebagian orang maka kita perlu mengetahui tentang perkara ini sebagai seorang ahlussunnah supaya kita tidak terjerumus dan terperosok ke dalam jurang kesesatan tentang para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang mungkin sebagian orang kalau sudah terkena syubhatnya sulit bagi dia untuk melepaskan syubhat tadi.

وَيُمْسِكُونَ عَمَّا شَجَرَ بَيْنَ الصَّحَابَةِ

Dan Ahlussunnah Wal Jama’ah mereka menahan diri dari apa yang terjadi (pertengkaran yang terjadi permusuhan yang terjadi) di antara para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.

Kita sudah sebutkan bagaimana kecintaan kita kepada para sahabat dan keyakinan kita bahwasanya mereka adalah generasi yang terbaik, ternyata disana terjadi fitnah diantara para sahabat radhiyallahu ta’ala ‘anhum, peperangan bahkan sampai pertumpahan darah terjadi antara Ali Bin Abi Thalib radhiyallahu ta’ala ‘anhu dan juga sahabat yang mulia Mu’awiyah, antara Ali Bin Abi Thalib dengan Talhah Ibnu Ubaidillah dan Zubair ibn Awwam semoga Allah subhanahu wata'ala meridhai mereka semuanya.

Sikap Ahlussunnah Wal Jama’ah mereka يُمْسِكُون (menahan diri) tidak berbicara tentang pertumpahan darah tersebut tidak menyebarkan apalagi, berbicara pun mereka tidak apalagi mereka menyebarkan dan ingin mengajak umat untuk kembali mengingat-ingat perpecahan yang terjadi permusuhan yang terjadi, mereka tidak melakukan demikian. Bahkan mereka menahan diri dengan lisan mereka dari pertengkaran yang terjadi di antara para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak menyebarkannya dan bukan menjadi orang yang senang dan gembira ketika menyebutkan tentang pertengkaran yang terjadi di antara para sahabat radhiyallahu ta’ala ‘anhum, tentunya dia merasa sedih.

Kecuali kalau memang ingin menjelaskan sikap yang benar atau ingin membela mereka ingin menjelaskan tentang kejadian yang sebenarnya atau sikap yang sebenarnya dalam masalah ini tentunya ini tidak masalah, seperti yang dilakukan oleh Syaikhul Islam di sini beliau menjelaskan tentang bagaimana motif dan sikap Ahlussunnah Wal Jama’ah terhadap perpecahan yang terjadi di antara para sahabat, beliau sebutkan permasalahan ini ingin menjelaskan kepada kita tentang sikap yang benar bukan ingin membongkar kembali atau menyebarkan kembali apa yang terjadi diantara para sahabat radhiyallahu ta’ala ‘anhum.

Ahlussunnah menahan diri berbeda dengan ahlul bida ahlu dhalal yang mungkin sebagian mereka seringnya adalah membongkar kembali apa yang terjadi di antara para sahabat radhiyallahu ta’ala ‘anhum sehingga akhirnya masuk di dalam hati mereka ghil su’udzon kepada sebagian sahabat radhiyallahu ta’ala ‘anhum, menuduh mereka dengan tuduhan yang tidak benar, mengatakan bahwasanya ini adalah gila kekuasaan yang ini adalah bengis misalnya atau yang ini tidak mau menerima kebenaran yang disampaikan yang lain atau yang ini dikatakan mengikuti hawa nafsu dan seterusnya, itu semua terjadi karena seseorang tidak menahan diri.

Dan kita tidak ingin menjadi orang yang menjadi sebab manusia salah paham tentang para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam jangan kita berbicara tentang apa yang terjadi di antara para sahabat kecuali memang ada hajah yang mengharuskan kita untuk berbicara seperti membela kehormatan para sahabat menjelaskan sikap yang benar sikap Ahlussunnah Wal Jama’ah terhadap perpecahan yang terjadi di antara para sahabat radhiyallahu ta’ala ‘anhum.

وَيَقُولُونَ

Mereka mengatakan, dan inilah yang harus kita katakan

إِنَّ هَذِهِ الآثَارَ الْمَرْوِيَّةَ فِي مَسَاوِيهِمْ

Sesungguhnya atsar-atsar yang diriwayatkan di dalam kejelekan-kejelekan para sahabat, jadi kalau seseorang melihat buku-buku tarikh (sejarah) dia akan mendapatkan atsar-atsar yang diriwayatkan tentang kejelekan-kejelekan para sahabat radhiyallahu ta’ala ‘anhum, hati-hati dengan kitab-kitab tarikh karena banyak diantara kitab-kitab tarikh ini yang dusta, berbeda antara kitab tarikh dengan kitab-kitab yang memang itu ditulis oleh penulisnya dengan syarat tertentu seperti Bukhari, Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah ini memang mereka menulis dengan syarat karena mengeluarkan di dalam kitab ini hadits yang syaratnya demikian dan demikian.

Adapun kitab-kitab tarikh maka ini mereka banyak bermudah-mudahan di dalamnya, hati-hati ketika seseorang membaca kitab tarikh yang ditulis oleh para ulama karena di situ terkadang ada riwayat-riwayat yang sebenarnya adalah riwayat-riwayat yang dusta, atsar-atsar yang disebutkan yang diriwayatkan tadi tentang kejelekan para sahabat

مِنْهَا مَا هُوَ كَذِبٌ

ada diantaranya yang dusta, dibuat-buat oleh sebagian orang, orang rafidhah misalnya yang mereka memang benci terhadap para sahabat dan mereka menghalalkan kadzib yang mereka namakan dengan taqiyyah, jangankan berdusta atas nama para sahabat berdusta atas nama Rasul bukan sesuatu yang berat bagi mereka, berdusta atas nama Allah subhanahu wata'ala bukan sesuatu yang berat bagi mereka apalagi kalau cuma berdusta atas nama sahabat, mengatakan Mu’awiyah demikian dan demikian Abu Bakr demikian dan demikian Umar punya penyakit demikian dan demikian, banyak kedustaan mereka terhadap para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam radhiyallahu ‘anhum jami’an.

Berdusta atas nama generasi yang terbaik supaya manusia menyangka bahwasanya para sahabat itu demikian keadaan mereka sehingga kalau para sahabat dijatuhkan dan dihancurkan kehormatan mereka mereka berharap kaum muslimin meninggalkan para sahabat, kalau mereka meninggalkan para sahabat akhirnya meninggalkan apa yang dibawa oleh para sahabat mereka membawa Al-Qur’an membawa hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, kalau manusia sudah meninggalkan Al-Qur’an dan hadits maka dengan mudah mereka dibawa ke arah yang mereka inginkan, disuruh untuk beragama dengan dasar akal mereka atau dengan dasar hadits-hadits palsu yang mereka buat sendiri, mereka adalah orang-orang rafidhah yang banyak membuat ucapan-ucapan yang dusta tentang para sahabat radhiyallahu ta’ala ‘anhum.

Dan orang-orang yang terfitnah meskipun dia bukan termasuk rafidhah tapi ada diantara mereka yang juga masuk dalam fitnah ini dan ikut meriwayatkan riwayat-riwayat yang dusta tentang para sahabat radhiyallahu ta’ala ‘anhum.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url