Tata Cara Shalat Idul Fitri dan Idul Adha

Tata cara shalat Ied baik itu tata cara shalat Idul Fitri maupun tata cara shalat Idul Adha memiliki kesamaan hanya berbeda pada waktu pelaksanaannya saja yaitu, shalat Idul Fitri dilaksanakan pada tanggal 1 Syawwal sebagai tanda kita telah selesai melaksanakan puara Ramadan selama satu bulan sedangkan Idul Adha dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah dimana sebelumnya di sunnahkan melaksanakan puasa Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah dan Kemudian dilanjutkan penyembelihan hewan qurban setelah shalat Ied sampai berakhirnya hari Tasyrik.

Hukum Shalat Ied

Secara ringkas menurut jumhur ulama hukum shalat Ied adalah sunnah muakkadah. Ini adalah pendapat jumhur ulama, yaitu madzhab Syafi’i, Maliki, salah satu pendapat dalam madzhab Hanafi, salah satu pendapat imam Ahmad dan juga ini merupakan pendapat Daud Azh Zhahiri. Diantara dalilnya adalah hadits hadits Dhimam bin Tsa’labah di atas. Juga hadits dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu’anhuma ia berkata,

لَمَّا بَعَثَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – مُعَاذًا نَحْوَ الْيَمَنِ قَالَ لَهُ « إِنَّكَ تَقْدَمُ عَلَى قَوْمٍ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللَّهَ تَعَالَى فَإِذَا عَرَفُوا ذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِى يَوْمِهِمْ وَلَيْلَتِهِمْ ، فَإِذَا صَلُّوا فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ زَكَاةً فِى أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ غَنِيِّهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فَقِيرِهِمْ ، فَإِذَا أَقَرُّوا بِذَلِكَ فَخُذْ مِنْهُمْ وَتَوَقَّ كَرَائِمَ أَمْوَالِ النَّاسِ »

“Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Mu’adz ke Yaman, Rasulullah bersabda padanya, “Sesungguhnya engkau akan mendatangi sebuah kaum Ahlul Kitab. Maka hendaknya yang engkau dakwahkan pertama kali adalah agar mereka mentauhidkan Allah Ta’ala. Jika mereka telah memahami hal tersebut, maka kabarkan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan mereka shalat lima waktu dalam sehari semalam. Jika mereka mengerjakan itu (shalat), maka kabarkan kepada mereka bahwa Allah juga telah mewajibkan bagi mereka untuk membayar zakat dari harta mereka, diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan diberikan kepada orang-orang faqir. Jika mereka menyetujui hal itu (zakat), maka ambillah zakat harta mereka, namun jauhilah dari harta berharga yang mereka miliki” (HR. Bukhari no. 7372 dan Muslim no. 19)

Hukum Shalat Ied di Rumah

Sehubungan dengan sedang berlangsungnya pandemi Covid-19 yang masih terjadi di Indonesia dan dunia saat ini dan sebagai wujud mematuhi himbauan pemerintah, sebagaimana pernah dilakukan di tahun-tahun sebelumnya saat melaksanakan shalat Idul Fitri di rumah masing-masing, maka di beberapa wilayah shalat Idul Adha tahun ini pun dilaksanakan di rumah masing-masing sebagai salah satu ikhtiar mengurangi dampak penyebaran Covid-19 ini.

Orang yang tidak bisa menghadiri shalat Id berjama’ah di lapangan karena suatu udzur atau orang yang terlewat darinya, disunnahkan untuk melaksanakannya di rumah. Ini adalah pendapat jumhur ulama, yaitu pendapat madzhab Syafi’i, Hambali dan Maliki.

Dalilnya sebagaimana disebutkan Imam Al Bukhari dalam Shahih Al Bukhari:

باب: إذا فاتته صلاة العيد يصلي ركعتين، وكذلك النساء ومن كان في البيوت والقرى لقول النبي صلى الله عليه وسلم: “هذا عيدنا أهل الإسلام”، وأمر أنس بن مالك مولاه ابن أبي عتبة بالزاوية فجمع أهله وبنيه وصلى كصلاة أهل المصر وتكبيرهم. وقال عكرمة: أهل السواد يجتمعون في العيد يصلون ركعتين كما يصنع الإمام. وقال عطاء: إذا فاته العيد صلى ركعتين

“Bab: jika seseorang terlewat shalat Id, maka ia shalat dua raka’at. Demikian juga para wanita dan orang yang ada di rumah serta di pedalaman. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam: “ini adalah Id orang Islam”. Dan Anas bin Malik memerintahkan pembantunya (shalat dua raka’at), yaitu Ibnu Abi Utbah untuk menjadi imam, ketika berada di Zawiyah. Dan beliau mengumpulkan istrinya dan anak-anaknya, dan beliau shalat seperti shalat Id yang dikerjakan penduduk kota (yang tidak sedang safar) dan dengan cara takbir yang sama.

Ikrimah berkata: ahlus sawad (orang yang tinggal di pedalaman gurun) di hari Id mereka mengumpulkan keluarganya lalu shalat 2 rakaat sebagaimana shalat yang diadakan oleh imam (ulil amri)

Atha’ berkata: jika seseorang tertinggal shalat Id, maka ia shalat 2 rakaat” [selesai nukilan dari Shahih Bukhari].

Dalam atsar ini disebutkan Anas bin Malik radhiallahu’anhu mengumpulkan keluarganya untuk mengerjakan shalat Id berjama’ah di rumah, ketika beliau sedang safar di tempat bernama Zawiyah. Ini menunjukkan disyariatkannya shalat Id di rumah secara berjama’ah ketika tidak bisa menghadiri shalat Id di lapangan. Jika dikerjakan secara berjama’ah, maka posisi imam dan makmum sama seperti pada shalat berjama’ah yang lainnya.

Namun shalat Id di rumah itu boleh dikerjakan sendiri-sendiri, tidak harus berjama’ah. Ibnu Qudamah rahimahullah setelah membawakan atsar dari Anas bin Malik di atas, beliau menjelaskan:

وفكان على صفتها، كسائر الصلوات، وهو مخير، إن شاء صلاها وحده، وإن شاء في جماعة.

“(shalat Id di rumah) caranya sebagaimana shalat-shalat yang lainnya. Dan seseorang boleh memilih. Jika ia ingin, boleh shalat sendirian. Jika ia ingin, boleh shalat secara berjama’ah.” (Al Mughni, 2/289).

Tata Cara Shalat Ied (Idul Fitri dan Idul Adha)

Jumlah raka’at shalat Idul Fithri dan Idul Adha adalah dua raka’at. Adapun tata caranya adalah sebagai berikut.

Pertama: Memulai dengan takbiratul ihrom, sebagaimana shalat-shalat lainnya.

Kedua: Kemudian bertakbir (takbir zawa-id/tambahan) sebanyak tujuh kali takbir -selain takbiratul ihrom- sebelum memulai membaca Al Fatihah. Boleh mengangkat tangan ketika takbir-takbir tersebut sebagaimana yang dicontohkan oleh Ibnu ‘Umar. Ibnul Qayyim mengatakan, “Ibnu ‘Umar yang dikenal sangat meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengangkat tangannya dalam setiap takbir.”

Ketiga: Di antara takbir-takbir (takbir zawa-id) yang ada tadi tidak ada bacaan dzikir tertentu. Namun ada sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud, ia mengatakan, “Di antara tiap takbir, hendaklah menyanjung dan memuji Allah.” Syaikhul Islam mengatakan bahwa sebagian salaf di antara tiap takbir membaca bacaan,

سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَاَللَّهُ أَكْبَرُ . اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي

“Subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaha illallah wallahu akbar. Allahummaghfirlii war hamnii (Maha suci Allah, segala pujian bagi-Nya, tidak ada sesembahan yang benar untuk disembah selain Allah. Ya Allah, ampunilah aku dan rahmatilah aku).” Namun ingat sekali lagi, bacaannya tidak dibatasi dengan bacaan ini saja. Boleh juga membaca bacaan lainnya asalkan di dalamnya berisi pujian pada Allah Ta’ala.

Keempat: Kemudian membaca Al Fatihah, dilanjutkan dengan membaca surat lainnya. Surat yang dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah surat Qaaf pada raka’at pertama dan surat Al Qomar pada raka’at kedua. Ada riwayat bahwa ‘Umar bin Al Khattab pernah menanyakan pada Waqid Al Laitsiy mengenai surat apa yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat ‘Idul Adha dan ‘Idul Fithri. Ia pun menjawab,

كَانَ يَقْرَأُ فِيهِمَا بِ (ق وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ) وَ (اقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ)

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca “Qaaf, wal qur’anil majiid” (surat Qaaf) dan “Iqtarobatis saa’atu wan syaqqol qomar” (surat Al Qomar).”

Boleh juga membaca surat Al A’laa pada raka’at pertama dan surat Al Ghosiyah pada raka’at kedua. Dan jika hari ‘ied jatuh pada hari Jum’at, dianjurkan pula membaca surat Al A’laa pada raka’at pertama dan surat Al Ghosiyah pada raka’at kedua, pada shalat ‘ied maupun shalat Jum’at. Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقْرَأُ فِى الْعِيدَيْنِ وَفِى الْجُمُعَةِ بِ (سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى) وَ (هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ) قَالَ وَإِذَا اجْتَمَعَ الْعِيدُ وَالْجُمُعَةُ فِى يَوْمٍ وَاحِدٍ يَقْرَأُ بِهِمَا أَيْضًا فِى الصَّلاَتَيْنِ.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca dalam shalat ‘ied maupun shalat Jum’at “Sabbihisma robbikal a’la” (surat Al A’laa)dan “Hal ataka haditsul ghosiyah” (surat Al Ghosiyah).” An Nu’man bin Basyir mengatakan begitu pula ketika hari ‘ied bertepatan dengan hari Jum’at, beliau membaca kedua surat tersebut di masing-masing shalat.

Kelima: Setelah membaca surat, kemudian melakukan gerakan shalat seperti biasa (ruku, i’tidal, sujud, dst).

Keenam: Bertakbir ketika bangkit untuk mengerjakan raka’at kedua.

Ketujuh: Kemudian bertakbir (takbir zawa-id/tambahan) sebanyak lima kali takbir -selain takbir bangkit dari sujud- sebelum memulai membaca Al Fatihah.

Kedelapan: Kemudian membaca surat Al Fatihah dan surat lainnya sebagaimana yang telah disebutkan di atas.

Kesembilan: Mengerjakan gerakan lainnya hingga salam.

Khutbah Setelah Shalat ‘Ied

Dari Ibnu ‘Umar, ia mengatakan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ – رضى الله عنهما – يُصَلُّونَ الْعِيدَيْنِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakr, begitu pula ‘Umar biasa melaksanakan shalat ‘ied sebelum khutbah.”

Setelah melaksanakan shalat ‘ied, imam berdiri untuk melaksanakan khutbah ‘ied dengan sekali khutbah (bukan dua kali seperti khutbah Jum’at). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan khutbah di atas tanah dan tanpa memakai mimbar. Beliau pun memulai khutbah dengan “hamdalah” (ucapan alhamdulillah) sebagaimana khutbah-khutbah beliau yang lainnya.

Ibnul Qayyim mengatakan, “Dan tidak diketahui dalam satu hadits pun yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammembuka khutbah ‘iednya dengan bacaan takbir. … Namun beliau memang sering mengucapkan takbir di tengah-tengah khutbah. Akan tetapi, hal ini tidak menunjukkan bahwa beliau selalu memulai khutbah ‘iednya dengan bacaan takbir.”

Jama’ah boleh memilih mengikuti khutbah ‘ied ataukah tidak. Dari ‘Abdullah bin As Sa-ib, ia berkata bahwa ia pernah menghadiri shalat ‘ied bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tatkala beliau selesai menunaikan shalat, beliau bersabda,

إِنَّا نَخْطُبُ فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَجْلِسَ لِلْخُطْبَةِ فَلْيَجْلِسْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَذْهَبَ فَلْيَذْهَبْ

“Aku saat ini akan berkhutbah. Siapa yang mau tetap duduk untuk mendengarkan khutbah, silakan ia duduk. Siapa yang ingin pergi, silakan ia pergi.”

Tata Cara Shalat Ied di Rumah

Tata cara shalat Ied di rumah sama persis dengan pelaksanaan shalat Ied berjamaah di lapangan atau masjid hanya saja terkait khutbah setelah shalat ied di rumah ada perbedaan pendapat, ada yang berpendapat tetap ada khutbah namun ada yang berpendapat tidak ada khutbah tidak mengapa. 

Sebagaimana praktek para salaf yang telah disebutkan riwayat-riwayatnya, dari Anas bin Malik, Ma’mar bin Abdillah, Ikrimah, Atha’, Qatadah, Ibrahim An Nakha’i dan lainnya, tidak menyebutkan bahwa mereka melakukan khutbah ketika tertinggal shalat Id atau ketika melakukan shalat Id di rumah.

Syaikh Abdurrahman bin Nashri Al Barrak ketika ditanya mengenai cara melaksanakan shalat Id di rumah karena adanya wabah, beliau menjelaskan:

فإنَّ صلاةَ العيد إذا تعذَّرت إقامتُها لمانعٍ، كما في هذه الأيام، فحكمُها هو حكمُ مَن فاتته هذه الصَّلاة، أعني صلاةَ العيد . وللعلماء في ذلك مذاهب، قيلَ: يُصلِّيها ركعتين، وقيلَ: أربعًا.

وقيلَ: يُصلِّيها على صفتها، وهو الصَّحيح، أي: يُصلِّيها ركعتين، ويُكبِّر التَّكبيرات الزَّوائد، ويجهرُ فيها بالقراءة ولا يخطب، كما هو الشَّأن في كلِّ عبادة مقضيَّة، أنَّها تؤدَّى على صفتها، وتُصلَّى فرادى وجماعة.

ويدلُّ لذلك فعلُ أنسٍ بن مالك -رضي الله عنه- أنَّه إذا فاتته صلاةُ العيد جمعَ أهله وبنيه، ثم قامَ عبدُ الله بن أبي عتبة مولاه فصلَّى بهم ركعتين، يكبرُ فيهما، كصلاة أهل المصر وتكبيرهم

“Shalat Id ketika tidak bisa dilakukan (secara normal) karena ada penghalang, sebagaimana kondisi sekarang ini, maka hukumnya sama dengan hukum orang yang terlewat shalat Id. Ada beberapa pendapat ulama dalam masalah ini. Sebagian ulama mengatakan: shalat dua rakaat. Sebagian lagi mengatakan: shalat 4 raka’at.

Sebagian lagi mengatakan: shalat sebagaimana tata cara asalnya. Inilah pendapat yang tepat. Yaitu shalat dua raka’at, bertakbir dengan takbir zawaid, mengeraskan suara bacaannya, dan tidak ada khutbah. Sebagaimana tata cara semua ibadah yang di-qadha, maka dikerjakan sebagaimana tata cara asalnya. Boleh dikerjakan secara sendirian, boleh juga berjama’ah.

Ini ditunjukkan oleh perbuatan Anas bin Malik radhiallahu’anhu, bahwasanya ketika ia terlewat shalat Id, maka beliau mengumpulkan istrinya dan anaknya, kemudian Abdullah bin Abi Utbah pembantu beliau mengimami mereka shalat dua raka’at. Ia bertakbir (zawaid) dalam shalatnya, sebagaimana shalat dan takbirnya penduduk kota (yang tidak sedang safar)”

Semoga bermanfaat Barokallahu fiikum

***

Referensi:

1. https://muslim.or.id/56689-tata-cara-shalat-id-di-rumah.html
2. https://rumaysho.com/676-panduan-shalat-idul-fithri-dan-idul-adha.html
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url