Puasa Syawwal
Puasa 6 hari di bulan Syawal atau yang biasa dikenal dengan nama Puasa Syawal adalah puasa sunnah yang dilaksanakan setelah puasa Ramadan dan dimulai setelah selesainya hari raya Idul fitri, biasanya dimulai di tanggal 2 syawal.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari sahabat Tsauban Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ فَشَهْرٌ بِعَشَرَةِ أَشْهُرٍ وَصِيَامُ سِتَّةِ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ فَذَلِكَ تَمَامُ صِيَامِ السَّنَةِ
"Barangsiapa berpuasa Ramadan, satu bulan seperti sepuluh bulan dan berpuasa enam hari setelah hari Idul Fitri, maka itu merupakan kesempurnaan puasa setahun penuh".(HR. Ahmad, 5/280; an Nasaa-i, 2860; dan Ibnu Majah, 1715)
Kapan mulai puasa Syawal?
Syaikh Abdul Aziz bin Baz, di dalam Majmu' Fatawa wal Maqalat Mutanawwi'ah (15\391) menyatakan, puasa enam hari di bulan Syawal memiliki dasar dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam. Pelaksanaannya, boleh dengan berurutan ataupun terpisah-pisah karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan pelaksanaannya secara mutlak, dan tidak menyebutkan caranya dilakukan dengan berurutan atau terpisah.
Hari pelaksanaannya tidak tertentu dalam bulan Syawal. Seorang mu'min boleh memilih kapan saja mau melakukannya, (baik) di awal bulan, pertengahan bulan atau di akhir bulan. Jika mau, (boleh) melakukannya secara terpisah atau beriringan. Jadi, perkara ini fleksibel, alhamdulillah. walaupun lebih afdal ketika dilakukan diawal bulan setelah idul fitri dengan cara berurutan sebagai cerminan menyegerakan dalam melaksanakan kebaikan.
Ini untuk menunjukkan bukti kecintaan kepada Allah, sebagai bukti tidak ada kebosanan beribadah (berpuasa) pada dirinya, untuk menghindari faktor-faktor yang bisa menghalanginya berpuasa, jika ditunda-tunda.
Bagaimana jika masih punya hutang puasa Ramadan?
Para ulama berselisih pendapat dalam masalah, apakah boleh mendahulukan puasa sunnah (termasuk puasa enam hari di bulan Syawal) sebelum melakukan puasa qadha Ramadan.
Imam Abu Hanifah, Imam asy Syafi’i dan Imam Ahmad, berpendapat bolehnya melakukan itu. Mereka mengqiyaskannya dengan shalat thathawu’ sebelum pelaksanaan shalat fardhu.
Adapun pendapat yang masyhur dalam madzhab Imam Ahmad, diharamkannya mengerjakan puasa sunnah dan tidak sah, selama masih mempunyai tanggungan puasa wajib.
Syaikh Bin Baz rahimahullah menetapkan, berdasarkan aturan syari’at (masyru’) mendahulukan puasa qadha Ramadan terlebih dahulu, ketimbang puasa enam hari dan puasa sunnah lainnya. Hal ini merujuk sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan kemudian diiringi dengan puasa enam hari pada bulan Syawwal, maka ia seperti puasa satu tahun”.
Berdasar hadis di atas berarti mengutamakan puasa enam hari daripada berpuasa qadha Ramadan sama saja belum mengiringkannya dengan puasa Ramadan. melainkan hanya mengiringi sebagian puasa di bulan Ramadan. Mengqadha puasa hukumnya wajib sedangkan puasa enam hari hukumnya sunnah. Perkara yang wajib lebih utama untuk diperhatikan terlebih dahulu.
Sementara itu Abu Malik, penulis kitab Shahih Fiqhis Sunnah berpendapat, masih memungkinkan bolehnya melaksanakan puasa enam hari di bulan Syawal, meskipun masih memiliki tanggungan puasa Ramadan. Dasar argumentasi yang digunakan, yaitu kandungan hadits Tsauban di atas yang bersifat mutlak.
Wallahu a’lam.