Halaqah 48: Landasan Ke Dua Ma’rifatu Dinil Islam Bil Adillah: Dalil dari Sunnah Tentang Tiga Tingkatan Dalam Islam (Bagian 1)
Materi HSI pada halaqah ke-48 dari halaqah silsilah ilmiyyah abdullah roy bab Kitab Ushul Ats Tsalatsah adalah tentang landasan kedua ma'rifatu dinil islam bil adillah dalil dari sunnah tentang tiga tingkatan dalam Islam bagian 1.
Beliau rahimahullah mengatakan,
Dalil bahwasanya Islam yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam ada tiga tingkatan, dalil ini tidak terkait dengan Ihsan saja, meskipun pembahasan terakhir kita mengenai Ihsan.
Beliau ingin mendatangkan dalil umum yang menunjukkan bahwasanya Islam yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki tiga tingkatan (Ini yang harus kita pahami).
Beliau mengatakan,
والدليل من السنة: حديث جبريل المشهور عن عمر بن الخطاب قال: ( بينا نحن جلوس عند النبي إذ طلع علينا رجل شديد بياض الثياب، شديد سواد الشعر، لا يُرى عليه أثر السفر، ولا يعرفه منا أحد، فجلس إلى النبي فأسند ركبتيه إلى ركبتيه، ووضع كفيه على فخذيه
Adapun dalil dari Sunnah adalah hadits Jabrail (Jibril, Jabrail, Jibraila) yaitu malaikat yang bertugas untuk menyampaikan wahyu dari Allah kepada Nabi-Nya.
Hadits ini sering disebutkan oleh para ulama dan dikenal oleh kaum muslimin sehingga disifati dengan Al-Masyhur (المشهور).
Kalau para ulama mengatakan sebagaimana dalam hadits Jibril yang masyhur, maka yang dimaksud adalah hadits ini.
Meskipun mungkin di sana ada hadits lain yang menyebutkan tentang Jibril tapi tidak sampai dikenal sebagai hadits Jibril (Haditsu Jibril).
Hadits Jibril ini diriwayatkan oleh Umar bin Khaththab dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma.
Dalil hadits yang disebutkan penulis rahimahullah adalah hadits dari Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam Shahihnya, dan ini yang dibawakan oleh Imam An-Nawawi rahimahullah di dalam Al-Arbain An-Nawawiyyah.
Adapun yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim. Beliau mengatakan,
بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم ذَاتَ يَوْمٍ، إذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ، شَدِيدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لَا يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلَا يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ. حَتَّى جَلَسَ إلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم . فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إلَى رُكْبَتَيْهِ، وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ.
“Ketika kami duduk di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam pada suatu hari, tiba-tiba datanglah kepada kami seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih, rambutnya sangat hitam, dan tidak terlihat padanya bekas perjalanan jauh. Tidak seorang pun dari kami yang mengenalnya. Hingga ia duduk menghampiri Nabi Shallallahu ‘alayhi wa sallam lalu menyandarkan kedua lututnya pada dua lutut Beliau, dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua paha Beliau.”
Disebutkan di dalam Fathul Bari,
ووضع كفيه على فخذيه وَفِي رِوَايَة لِسُلَيْمَان التَّيْمِيِّ : لَيْسَ عَلَيْهِ سَحْنَاء السَّفَر ، وَلَيْسَ مِنْ الْبَلَد ، فَتَخَطَّى حَتَّى بَرَكَ بَيْن يَدَيْ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا يَجْلِس أَحَدنَا فِي الصَّلَاة
ثُمَّ وَضَعَ يَده عَلَى رُكْبَتَيْ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Berarti duduknya adalah duduk Iftirasy (إفتراش)
Dia meletakkan kedua tangannya, ada dua kemungkinan,
1. Kemungkinan pertama dia meletakkan dua telapak tangannya di atas pahanya sendiri.
2. Kemungkinan yang ke dua dia meletakkan kedua tangannya di atas paha Rasulullah.
Tapi disebutkan di dalam Fathul Bari ada sebuah riwayat yang menunjukkan, yang dimaksud paha di sini adalah paha Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam.
وَكَذَا فِي حَدِيث اِبْن عَبَّاس وَأَبِي عَامِر الْأَشْعَرِيّ : ثُمَّ وَضَعَ يَده عَلَى رُكْبَتَيْ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . فَأَفَادَتْ هَذِهِ الرِّوَايَة أَنَّ الضَّمِير فِي قَوْله عَلَى فَخِذَيْهِ يَعُود عَلَى النَّبِيّ ،
Dan ini tentunya adalah hay-ah (bentuk) yang menunjukkan bahwasanya laki-laki ini benar-benar ingin belajar. Kemudian dia mengatakan,
“Wahai Muhammad kabarkan kepadaku tentang Islam.”
Dia mengatakan,”Wahai Muhammad”, memanggil langsung namanya.
Dan ini bukan kebiasaan para sahabat Rasulullah. Para sahabat tidak pernah memanggil Nabi dengan namanya tetapi mengatakan,” Ya Rasulallah” atau “Ya Nabiyallah”.
Pertama kali yang beliau tanyakan adalah tentang Al-Islam.
Maka Nabi mengatakan,
أن تشهد أن لا إله إلا الله وأن محمداً رسول الله، وتقيم الصلاة وتؤتي الزكاة، وتصوم رمضان، وتحج البيت إن استطعت إليه سبيلا ,قال: صدقت,فعجبنا له يسأله ويصدقه.
Beliau menjawab dengan lima Rukun Islam yang sudah berlalu penjelasannya.
Ketika ditanya tentang Islam, Beliau menjawab dengan rukunnya padahal di dalam Islam tentunya bukan hanya 5 ini saja tetapi di sana banyak perkara.
Beliau Shallallahu ‘alayhi wa sallam mendatangkan rukunnya (inti dari apa yang ada di dalam Islam) dengan harapan supaya si penanya lebih mengambil faedah.
Ternyata laki-laki ini mengatakan,”Engkau benar”, membenarkan apa yang dikabarkan oleh Nabi berupa Rukun Islam yang lima. Maka kami pun heran terhadap laki-laki ini di mana dia bertanya dan dia yang membenarkan.